Rabu, 17 Desember 2008

Mustahil ALLAH Di atas arasy

SELAMAT DATANG
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud). Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk). Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata: Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala sesuatu. Al Imam Fakhruddin ibn 'Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan Kapan ada-Nya ?Di mana Dia ? atau Bagaimana Dia ?, Dia ada tanpa tempatMaka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah.
1) Tidak Boleh dikatakan Allah ada di atas.Arsy atau ada di mana-mana Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari di atas perkataan sayyidina Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya-Maknanya: Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat (Dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi dalam kitabnya al Farq bayna al Firaq h. 333). Karenanya tidak boleh dikatakan Allah ada di satu tempat atau di mana-mana, juga tidak boleh dikatakan Allah ada di satu arah atau semua arah penjuru. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani (W. 973 H) dalam kitabnya al Yawaqiit Wa al Jawaahir menukil perkataan Syekh Ali al Khawwash:Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ada di mana-mana.. Aqidah yang mesti diyakini bahwa Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat ialah prkataan Al Imam Ali -semoga Allah meridlainya- yang maknanya: Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya (diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi dalam kitab al Farq bayna al Firaq, hal. 333)
12) Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- juga mengatakan yang maknanya: Sesungguhnya yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaan tentang tempat), dan yang menciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana (diriwayatkan oleh Abu al Muzhaffar al Asfarayini dalam kitabnya at-Tabshir fi ad-Din, hal. 98) A llah Maha suci dari Hadd Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran demikian juga 'Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran...Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata yang maknanya: Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya) (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H) dalam Hilyah al Auliya, juz I hal. 72). Maksud perkataan sayyidina Ali tersebut adalah sesungguhnya berkeyakinan bahwa Allah adalah benda yang kecil atau berkeyakinan bahwa Dia memiliki bentuk yang meluas tidak berpenghabisan merupakan kekufuran. Semua bentuk baik Lathif maupun Katsif, kecil ataupun besar memiliki tempat dan arah serta ukuran. Sedangkan Allah bukanlah benda dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda, karenanya ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan: Allah ada tanpa tempat dan arah serta tidak mempunyai ukuran, besar maupun kecil. Karena sesuatu yang memiliki tempat dan arah pastilah benda. Juga tidak boleh dikatakan tentang Allah bahwa tidak ada yang mengetahui tempat-Nya kecuali Dia.krn ucapan ini masih menganganggap tuhan punya tempat.

. sayyid As-Sajjad Zayn al 'Abidin 'Ali ibn al Husain ibn 'Ali ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat, dan dia berkata: Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk, dan ukuran), beliau juga berkata : Maha suci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda. Allah Maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al Ithaf ). Hal ini juga sebagai bantahan terhadap orang yang berkeyakinan Wahdatul Wujud dan Hulul. Al Imam Abu Hanifah berkata : Barangsiapa mengatakan saya tidak tahu apakah Allah berada di langit ataukah berada di bumi maka dia telah kafir. (diriwayatkan oleh al Maturidi dan lainnya). Al Imam Syekh al 'Izz ibn 'Abd as-Salam asy-Syafi'i dalam kitabnya.Hall ar-Rumuz. menjelaskan maksud Imam Abu Hanifah, mengatakan : Karena perkataan ini memberikan persangkaan bahwa Allah bertempat, dan barang siapa yang menyangka bahwa Allah bertempat maka ia adalah musyabbih Demikian juga dijelaskan maksud Imam Abu Hanifah ini oleh al Bayadli al Hanafi dalam Isyarat al Maram. Al Imam al Hafizh Ibn al Jawzi (W. 597 H) mengatakan dalam kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih :Maknanya: Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat dan arah maka ia adalah Musyabbih dan Mujassim yang tidak mengetahui sifat Allah... Al Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani (W. 852 H) dalam Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari mengatakan :Sesungguhnya kaum Musyabbihah dan Mujassimah adalah mereka yang mensifati Allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari tempat... Di dalam kitab al Fatawa al Hindiyyah, cetakan Dar Shadir, jilid II, h. 259 tertulis :Adalah kafir org yg menetapkan tempat bagi Allah ta'ala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar